Dalam peringatan Hari Internet Aman (Safer Internet Day) 2018 yang diadakan tanggal 6 Februari ini, muncul sejumlah pertanyaan. Cukup aman kah situasi keamanan berinternet di Indonesia yang memiliki jumlah pengguna internet mencapai 132,7 juta orang ini? Seberapa aman dan siap kah 130 juta pengguna media sosial aktif di negara ini dalam menghadapi berbagai tantangan berinternet; seperti hoax bermuatan politik, ujaran kebencian, dan persekusi? Di tengah memburuknya indeks kebebasan ekspresi di Indonesia seperti yang tertuang dalam laporan Freedom on the Net 2017, bagaimana dengan keamanan seseorang saat ia menyampaikan pendapatnya?
Untuk menjawab pertanyaan ini, saya melihat sejumlah catatan setahun terakhir yang dilakukan oleh perkumpulan tempat saya dan kawan-kawan relawan kebebasan ekspresi di Asia Tenggara beraktivitas yaitu Southeast Asia Freedom of Expression Network (@safenetvoice). Dalam catatan SAFEnet, selama tempo satu tahun sejak revisi UU ITE disahkan pada 28 November 2016, ada 385 warganet yang diadukan ke polisi dengan menggunakan pasal-pasal UU ITE. Setidaknya 363 aduan pada warganet tercatat terkait pasal pencemaran nama baik, 21 aduan terhadap warganet terkait pasal penodaan agama, 1 aduan terhadap warganet terkait pasal pengancaman online. Dibandingkan periode setahun sebelumnya, jelas ada lonjakan signifikan dalam jumlah aduan terhadap warganet. Revisi UU ITE tidak menurunkan animo pemidanaan. Masih banyak terjadi pelaporan-pelaporan kasus penodaan agama dan pengancaman yang definisinya seringkali bias dan cenderung mengada-ada.
Pada tahun 2017, @safenetvoice menyoroti fenomena persekusi yang semakin menguat dengan terjadinya pemidanaan terhadap mereka yang dipersekusi dengan menggunakan pasal 28 ayat 2 UU ITE. Dalam pemantauan kasus persekusi yang dikerjakan SAFEnet bersama Koalisi Anti Persekusi, ada 105 kasus persekusi ekspresi yang terjadi sejak awal hingga akhir tahun 2017. Persekusi ini dimulai dari online harassment kepada orang-orang yang diidentifikasi sebagai penista agama, lalu dilanjutkan dengan doxing (mencari dan menyebarluaskan informasi pribadi dengan maksud jahat) terhadap mereka yang dianggap sebagai penista agama; sehingga ancaman mulai masuk ke pesan-pesan pribadi dan memenuhi linimasa.
Dari 105 kasus persekusi ekspresi, lebih dari setengahnya mengalami pengancaman fisik dan intimidasi, dan 12 kasus di antaranya telah masuk ke persidangan dan diputus bersalah dengan kisaran vonis antara 2 sampai 4 tahun penjara. Dari fenomena persekusi ini, @safenetvoice juga melihat adanya kegagapan di kalangan warganet dan adanya informasi yang tidak tersampaikan oleh pemangku kepentingan lainnya dalam mengantisipasi unsur-unsur persekusi, seperti doxing (tindakan mencari dan menyebarkan data-data pribadi atau hal-hal yang bersifat mengidentifikasi seseorang dengan niat jahat di internet).
Keamanan berinternet di Indonesia yang cukup rentan bermuara dari rendahnya kemampuan warganet mengenali persoalan keamanan internet. Oleh karena itu, saya ingin membagikan sejumlah tips dalam menghadapi berbagai tantangan berinternet seperti yang telah disampaikan di atas.
Di Twitter, kamu bisa melakukan pengaturan terhadap informasi dan data sensitif:
Tips-tips di atas bisa dikembangkan menjadi panduan warganet Indonesia agar dapat berinternet dengan aman. Kunci keamanan berinternet memang dimulai dari diri sendiri dan kemauan kita untuk menghargai pendapat yang berbeda di dunia online. Selamat memperingati Hari Internet Aman 2018!
***
@damarjuniarto adalah Regional Coordinator untuk Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) - jaringan relawan kebebasan ekspresi di Asia Tenggara. Informasi mengenai SAFEnet bisa dibaca lebih lanjut di id.safenetvoice.org dan @safenetvoice.
Did someone say … cookies?
X and its partners use cookies to provide you with a better, safer and
faster service and to support our business. Some cookies are necessary to use
our services, improve our services, and make sure they work properly.
Show more about your choices.